Lantas, apakah kita harus menyerah pada zaman? Tentu tidak. Revitalisasi Sumbang 12 adalah sebuah urgensi. Ini bukan tentang memutar balik jarum jam dan menolak modernitas. Ini tentang kontekstualisasi.
Sumbang 12 harus “dihidupkan” kembali, bukan sebagai dogma yang kaku, melainkan sebagai kearifan yang relevan. Sumbang pakai di era kini mungkin tidak harus selalu berbaju kurung, tetapi esensinya yakni kesopanan dan menutup aurat tetap relevan dan sejalan dengan ABS-SBK.
Sumbang bagaua di era digital berarti menjaga etika di media sosial, tidak menyebar fitnah, dan tidak mengumbar privasi. Ini adalah tugas kolektif. Bundo Kanduang dan para ibu harus menjadi “filter” budaya pertama di rumah. Ninik Mamak dan pemangku adat harus turun gunung, menggunakan bahasa yang dipahami generasi Z untuk menjelaskan filosofi di balik sumbang.
Para muda mudi Minang pun harus memiliki kesadaran kritis: menjadi modern bukan berarti tercerabut dari akar. Menjadi Minang bukan berarti kuno. Pada akhirnya, Sumbang 12 adalah pagar. Jika pagar itu roboh, maka padi di lumbung (identitas, moralitas, dan harga diri) akan mudah dijarah.
Melupakan Sumbang 12 berarti membiarkan generasi muda Minangkabau berjalan tanpa kompas adab di tengah badai globalisasi. Mereka mungkin akan sampai di suatu tempat, tetapi mereka akan tiba sebagai pribadi yang asing, yang telah kehilangan marwah ke-Minang-annya. ***

BIONARASI PENULIS
Andika Sutra adalah pemuda asal Nagari Tanjung Lolo tepatnya di Jorong Bukit Sebelah yang hobi menulis puisi, cerpen, esai, dan cerita rakyat. Andika yang sering dipanggil “Dhika, Dhik, dan CN ini bercita-cita menjadi dosen. Andika menempuh pendidikan S1 di UMMY Solok dengan Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Dengan hobinya menulis, Andika pernah menjadi penulis terbaik nasional dalam kegiatan Fenusa (Festival Menulis Nusantara) Tahun 2023 kategori lomba cipta puisi, kemudian Ia juga aktif menulis cerita rakyat dengan menelusuri beberapa daerah di Kabupaten Sijunjung untuk mencari informasi seputar legenda yang ada di daerah tersebut. Cerita itu nantinya akan dibukukan dengan judul “Alkisah dari Ranah Sijunjung.” Andika juga sering mengikuti seminar internasional yang membahas bahasa Indonesia untuk penutur luar negeri. Selain bertugas di SMKN 4 Sijunjung yang pernah mengampu mata pelajaran Muatan Lokal Keminangkabauan, Andika juga seorang Tutor di PKBM Nurul Ihsan Tanjung Gadang yang mengampu mata pelajaran bahasa Inggris.*






