“Saya merasa senang ketika kopi buatan saya bisa dinikmati dan dihargai. Itu memberikan kepuasan tersendiri. Selain itu, mahasiswa yang pada dasarnya suka nongkrong, saya rasa membutuhkan ruang untuk berekspresi,” ujar Awen.
Langkah kecil yang dimulai dari kecintaan pada kopi ini terus berkembang. Terhitung empat tahun, setelah melewati proses naik turunnya, Awen menggunakan kartu kesempatannya untuk membuka sendiri café dengan konsep ruang ekspreksi anak muda.
“Saya tetap menggunakan Vespa sebagai ciri khas saya untuk menjual kopi. Sedangkan café ini saya jadikan sebagai community space bagi anak muda, tempat mereka bisa berkumpul, berdiskusi, dan mengekspresikan ide-ide kreatif mereka, sambil menikmati secangkir kopi,” ungkapnya.
Tak hanya kopi, ia juga bergelut di dunia desain grafis sesuai dengan jurusan yang ia tekuni di ISI Padang Panjang. Di café-nya, Awen membuka jasa sablon dan percetakan stiker. Serta menjadi art supplier mural yang menurutnya masih jarang ditemukan di kota-kota lain di Sumatera Barat.
Awen mengaku, tantangan sebagai mahasiswa yang juga berwirausaha sering kali tidak mudah.
Ia harus membagi perannya sebagai mahasiswa dan seorang owner coffeeshop. Ia juga harus menghadapi era pasang surut, entah dari motivasi diri sendiri hingga tantangan eksternal. Namun, karena kecintaannya terhadap profesinya, ia tetap bertahan dan terus berkembang, menjadikan setiap rintangan sebagai pelajaran berharga.
Komentar