“Artinya kinerja kami mencari pemain berkualitas itu disetujui masyarakat Indonesia. Artinya kami bekerja dengan benar. Dulu pun ada naturalisasi tapi masyarakat tidak tahu kualitas. Sekarang kami memilih pemain tidak main-main,” ucap Arya.
Arya menyampaikan PSSI di era Erick sangat terbuka dengan berbagai masukan, termasuk jumlah pemain naturalisasi yang bagi sejumlah pihak dianggap terlalu banyak. Arya juga menjawab kritik bahwa PSSI dinilai menomorduakan pembinaan generasi muda.
“Ada yang bilang kami cuma fokus di timnas senior, padahal pembinaan usia muda sudah kami lakukan juga,” lanjut Arya.
Sebagai gambaran konkret, Arya mengatakan Indonesia baru saja mencatat sejarah dengan mengirimkan timnas U-17, U-20, U-23, dan senior ke putaran final Piala Asia. Arya menyampaikan Indonesia menjadi satu dari sembilan negara yang mengirimkan empat level timnas ke putaran final Piala Asia.
“Baru kali ini Indonesia masuk di Piala Asia AFC dari semua usia, itu artinya kita di jenjang yang benar. Kalau naturalisasi kan senior banget. Hanya sembilan negara loh, jadi kita setara dengan Jepang, Arab Saudi, Korea Selatan, dan Uzbekistan,” ucap Arya.
Tak hanya di level timnas seluruh kelompok umur, Arya mengatakan Erick juga melakukan perbaikan terhadap kualitas kompetisi liga, pelatih, hingga wasit.
Arya menyampaikan jumlah pelatih di Indonesia hanya sekitar 10 ribu orang atau jauh tertinggal dibandingkan Jepang yang memiliki 90 ribu pelatih. Pun dengan jumlah wasit Indonesia yang masih di bawah 10 ribu wasit atau tertinggal dari Jepang yang memiliki 30 ribu wasit.
Arya menyebut jumlah tersebut sangat rendah jika dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang besar. “Jadi dari liga hingga pembinaan usia dini pun selama dua tahun kita buktikan dengan (timnas) kelompok usia kita masuk level Asia,” pungkas Arya. (*/002)
Komentar