“Orang-orang masih terjebak di dalam bangunan, mereka tidak dapat mengeluarkan orang,” kata seorang penduduk lainnya yang juga memilih untuk anonim.
Sementara itu, sejumlah rumah sakit di Myanmar tengah dan barat laut termasuk Mandalay dan Sagaing berjuang keras mengatasi banjir korban gempa.
Beberapa negara sudah menyatakan akan membantu Myanmar menangani dampak gempa bumi, seperti India, China, dan Thailand. Begitu pula Malaysia, Singapura, dan Rusia.
Namun sebagian besar bantuan yang membawa personel dan bahan-bahan makanan masih dalam perjalanan menuju Myanmar pada Minggu (30/3), atau dua hari setelah kejadian gempa meletus pada Jumat (28/3).
Myanmar sendiri tak siap menghadapi bencana alam sebesar gempa pada 28 Maret 2025, mengingat banyak infrastruktur yang berantakan akibat perang saudara yang terjadi sejak 2021, saat junta militer melakukan kudeta pemerintahan.
Kudeta dan diikuti perang saudara itu menghantam ekonomi Myanmar dan memaksa lebih dari 3,5 juta orang mengungsi dan meninggalkan pelayanan penting terbengkalai. Belum lagi jaringan fisik dan komunikasi yang terputus.
Pihak junta militer juga tampaknya tak sanggup menangani hal ini sendirian. Mereka sudah meminta bantuan internasional dalam menangani dampak bencana alam tersebut.
“Semua rumah sakit militer dan sipil, serta petugas kesehatan, harus bekerja sama secara terkoordinasi dan efisien untuk memastikan respons medis yang efektif.” kata kepala junta, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, menurut media pemerintah. (*/001)