“Tanah hak milik menjadi objek penertiban tanah telantar jika dengan sengaja tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara sehingga:
a. Dikuasai oleh masyarakat serta menjadi wilayah perkampungan;
b. Dikuasai oleh pihak lain secara terus-menerus selama 20 (dua puluh) tahun tanpa adanya hubungan hukum dengan pemegang hak; atau
c. Fungsi sosial hak atas tanah tidak terpenuhi, baik pemegang hak masih ada maupun sudah tidak ada,” bunyi pasal tersebut.
Selain tanah berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha negara juga bisa mengambil tanah berstatus hak pakai, hak pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah bila sengaja ditelantarkan dua tahun sejak penerbitan hak.
PP itu juga menetapkan enam kategori objek penertiban tanah terlantar pada Pasal 6.
Daftar itu meliputi kawasan pertambangan; perkebunan; industri; pariwisata; perumahan/permukiman skala besar/terpadu; atau kawasan lain yang pengusahaan, penggunaan, dan/atau pemanfaatannya didasarkan pada izin/konsesi/perizinan berusaha yang terkait dengan pemanfaatan tanah dan ruang.
Tanah hak pengelolaan masyarakat hukum adat dan tanah hak pengelolaan yang menjadi aset bank tanah dikecualikan dari objek penertiban tanah telantar. (*/001)