Wow..! Rp335 Triliun Uang Negara 2026 Tersedot untuk Makan Bergizi Gratis

Oleh karena itu, makan bergizi gratis dijadikan sebagai strategi utama untuk mengatasi tingginya angka stunting, serta memperbaiki masalah gizi kronis di kalangan anak-anak Indonesia.

Ronny menyebutkan dengan alokasi lebih dari Rp300 triliun, program ini menjadi salah satu belanja sosial terbesar dalam sejarah APBN. Ini mencerminkan pergeseran paradigma pembangunan manusia, dari pendekatan institusional ke pendekatan pemenuhan langsung di pemerintahan Prabowo.

“Jadi Rp300 triliun lebih untuk makan bergizi gratis ini bagian dari strategi Prabowo dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Ini kan sudut pandangnya, sudut pandang Prabowo bahwa soal kebutuhan pokok ini belum benar-benar kelar di sektor pembangunan manusia Indonesia,” ujar Ronny kepada dikutip dari CNNIndonesia.com.

Menurut Ronny, pemerintah sebelumnya telah mencoba berbagai pendekatan untuk mengurangi stunting, namun dengan hasil yang masih belum memuaskan.

Baca Juga  Kisah Srikandi PLN Lanjutkan Perjuangan Kartini, Wujudkan Penerangan Hingga Pulau Terpencil

Oleh sebab itu, Prabowo mencoba mendisrupsi pendekatan lama dengan memberikan akses langsung terhadap gizi berkualitas. Dalam jangka pendek, ini dipandang sebagai langkah progresif, terutama di daerah dengan tingkat kemiskinan dan kekurangan gizi tinggi.

“Hal ini dikaitkan dengan mungkin angka stunting yang tinggi, angka asupan gizi yang rendah terhadap anak-anak di Indonesia gitu. Ini bagiannya. Jadi saya masih melihat itu ada kaitannya memang,” katanya.

Ronny mengatakan bahwa Prabowo juga meyakini program ini bisa menciptakan efek ganda (multiplier effect) terhadap ekonomi lokal, mulai dari petani, produsen makanan, hingga UMKM catering yang bisa terlibat dalam penyediaan makanan bergizi.

Baca Juga  Kepala BKN: Padang dapat Jatah 4.899 PPPK Tahun Ini, Seleksi Dilaksanakan Bertahap

Namun, Ronny mengingatkan bahwa belanja sebesar itu belum tentu langsung berbanding lurus dengan perbaikan kualitas manusia jika tidak disertai mekanisme pelaksanaan dan pengawasan yang ketat.

Risiko penyalahgunaan, inefisiensi logistik, serta ketidaktepatan sasaran menjadi tantangan besar.

Selain itu, penggabungan belanja makan bergizi gratis ke dalam anggaran pendidikan dinilai membayangi belanja esensial lain seperti peningkatan kualitas guru, riset, dan infrastruktur pendidikan.

“Anggaran pendidikan agak tertekan secara keseluruhan. Jadi anggaran pendidikan kita menjadi besar karena ada belanja makan siang gratis juga di situ, digabung. Lalu anggaran riset juga nggak terlalu besar, sementara kita butuh itu,” kata Ronny. (*/002)