“Jelas putusan MK final dan mengikat serta berlaku serta merta bagi semua pihak atau erga omnes,” kata Titi dalam keterangan tertulisnya.
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai putusan MK soal ambang batas perolehan suara parpol untuk mengusung kandidat di Pilkada berdasarkan hitungan komposisi daftar pemilih tetap dan langsung berlaku di Pilkada 2024 ini.
“Supaya diingat bahwa putusan MK itu berlaku sejak palu diketok jam 9.51, sejak saat itu juga harus dilakukan,” kata Mahfud di Jakarta Pusat, Selasa (20/8).
Dia lalu berujar, “Iya tahun ini (berlaku di Pilkada tahun ini), kan sudah disebut. Bahwa pemilu terakhir sekian.” Eks Menko Polhukam itu juga menyambut baik putusan MK.
Ia mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus segera melaksanakan putusan. Dia juga menekankan KPU tidak bisa beralasan belum menerima salinan putusan.
Sementara itu eks hakim MK, I Dewa Gede Palguna menilai Badan Legislasi Baleg DPR telah membangkang konstitusi dengan mengabaikan putusan MK.
“Ini adalah pembangkangan secara telanjang terhadap putusan pengadilan, c.q. MK, yang oleh UUD diberi kewenangan untuk menjaga Konstitusi (UUD 1945),” kata Palguna dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (21/8).
Palguna yang kini menjabat Ketua Majelis Kehormatan MK meyakini Indonesia saat ini di mata dunia adalah bahan olok-olok. Menurutnya, pembangkangan konstitusi itu sangat memalukan.
“Dalam konteks demokrasi, saat ini dunia sedang menempatkan kita sebagai bahan olok olok paling memalukan,” ucapnya.
Di sisi lain, Perludem juga meminta KPU tak menafsirkan sendiri putusan ini akan berlaku di tahun 2029. Putusan ini, kata dia, punya kesamaan karakter dengan putusan MK Nomor 90 tahun 2023 soal syarat usia capres yang digunakan tiket pencalonan Gibran Rakabuming.
“Jadi jangan sampai kita memberlakukan politik tebang pilih terkait dengan putusan ini, apalagi putusan ini orientasinya bukan orang, putusan ini akan bermanfaat bagi semua pihak,” ucap Titi.
Keputusan MK ini memang menjadi angin segar bagi partai politik dan masyarakat akan punya lebih banyak calon di Pilkada. Misalnya, tanpa putusan MK tersebut, Pilkada Jakarta berpotensi hanya ada satu pasangan calon, yakni Ridwan Kami dan Suswono yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, dan melawan kotak kosong. KIM Plus beranggotakan 10 dari 11 partai politik di DPRD DKI. Koalisi ini terdiri dari Golkar, Gerindra, PAN, Demokrat, NasDem, PKB, PKS, Perindo, PSI, dan PPP.
Belakangan memang muncul pasangan calon Dharma Phongrekun-Kun Wardana, yang maju lewat jalur independen di Pilkada Jakarta. Namun, pencalonan mereka juga mendapat sorotan tajam, karena diduga mencatut Nomor Induk Kependudukan (NIK) agar bisa lolos verifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Putusan MK ini membuat PDIP, satu-satunya partai parlemen di luar KIM Plus, dapat mengusung calon gubernur Jakarta sendiri tanpa harus koalisi dengan partai lain. (*/001)