Perubahan besar terjadi pada abad ke-16 ketika Islam mulai masuk ke wilayah Minangkabau melalui pedagang dari Arab dan Gujarat.
Pengaruh Islam diterima dengan baik oleh masyarakat, termasuk kalangan istana Pagaruyung. Pada abad ke-17, kerajaan ini resmi mengadopsi Islam, dan Pagaruyung bertransformasi menjadi kesultanan.
Proses Islamisasi yang dipimpin oleh para ulama dan pedagang Muslim tidak hanya mengubah tatanan keagamaan, tetapi juga mempengaruhi kehidupan sosial dan politik kerajaan.
Penerapan sistem “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” menandai perpaduan antara adat istiadat lokal Minangkabau dengan hukum Islam, di mana adat didasarkan pada hukum agama dan hukum Islam bersumber dari Al-Qur’an.
Meskipun mengalami perubahan menjadi kesultanan Islam, Pagaruyung tetap menjaga keseimbangan antara tradisi adat dan ajaran Islam. Namun, pada abad ke-19, Pagaruyung menjadi medan konflik selama Perang Padri (1821–1837), yang mempertemukan kaum adat dengan kaum Padri yang berusaha menerapkan syariat Islam yang lebih ketat.
Dengan demikian, Pagaruyung menjadi cerminan kerajaan yang mampu beradaptasi dengan masuknya Islam, menggabungkan tradisi adat dengan syariat, dan tetap memainkan peran penting dalam sejarah dan budaya Minangkabau.
Komentar