Keistimewaan lain dari Jam Gadang adalah mesinnya yang merupakan edisi terbatas, hanya ada dua unit di dunia. Mesin serupa juga digunakan pada jam ikonik Big Ben di Inggris. Selain itu, angka empat Romawi pada jam ini ditulis dengan “IIII” alih-alih “IV”, menjadikannya semakin unik.
Transformasi Atap Sesuai Zaman
Jam Gadang bukan sekadar penanda waktu, tetapi juga simbol perubahan zaman. Dalam perjalanannya, atap menara ini mengalami tiga kali perubahan bentuk sesuai dengan pergantian kekuasaan:
1. Era Kolonial Belanda – Atap berbentuk kubah runcing khas Eropa, dihiasi ornamen Ayam Jantan.
2. Pendudukan Jepang (1942-1945) – Jepang mengganti atapnya dengan bentuk menyerupai pagoda, mencerminkan budaya mereka.
3. Pasca-Kemerdekaan – Setelah Indonesia merdeka, atapnya diubah menjadi gonjong, menyerupai rumah adat Minangkabau yang khas dan penuh filosofi.
Kini, Jam Gadang bukan hanya kebanggaan Bukittinggi, tetapi juga destinasi wisata yang menarik ribuan pengunjung setiap tahunnya. Dengan segala sejarah dan keunikannya, menara jam ini akan terus menjadi saksi bisu perjalanan waktu dan identitas budaya Minangkabau. (*/)