Opini  

Catatan Budaya Idul Fitri, Halal-Bihalal dan Ketupat Lebaran

Jauh sebelum tradisi Halal Bihalal sebagai sebuah even silaturrahim pasca Idul Fitri dengan tujuan untuk membangun kebersamaan dan kerukunan, sesuai dengan karakternya, masyarakat Indonesia sudah memiliki tradisi untuk saling mengunjungi antar tetangga, keluarga, sanak saudara, dan kolega setelah menunaikan shalat Idul Fitri. Anak kepada orang tua, murid kepada guru, yang muda kepada yang lebih tua, untuk saling memaafkan dan dibumbui dengan menyantap hidangan.

Ini bukan bagian dari syariat agama, tetapi sudah pasti ini adalah budaya luhur dalam memaknai pesan agama. Agama menganjurkan agar menebarkan salam, maka mereka bermurah senyum dan berlapang dada untuk menyapa dan memberi salam kepada siapa saja.

Agama mengajarkan untuk menyambung silaturrahim, maka mereka berkunjung kesana kemari dengan membawa satu pesan, yaitu pesan damai, saling memaafkan, tidak ada lagi bermusuhan.

Agama mengajarkan untuk memberi makan, maka mereka berlomba memenuhi meja tamunya dengan hidangan aneka rupa dan mempersilakan siapa saja yang datang untuk menyantapnya.

Tidak ada kemurahan secara kolektif melebihi kemurahan yang ditunjukkan dalam adegan Idul Fitri. Ini mengekspresikan rasa syukur setelah sebulan berpuasa dan telah terbukanya tirai dirinya dengan Tuhannya, tirai dengan sesama manusia juga harus disingkapnya, tidak boleh lagi ada rasa permusuhan dan ego yang membatasi diri dengan lainnya.

Baca Juga  Siap-siap! Serba Diskon di Padang Great Sale 2024, Mulai dari Mall Swalayan Hingga Transportasi Umum

Wujud dari hilangnya permusuhan dan pertengkeran di antara sesama dirayakan dengan menikmati makanan bersama. Dari Abdullah bin Salam, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikan makan, sambunglah silaturrahim, shalatlah di waktu malam ketika orang-orang tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat.” (H.R at-Tirmidzi)

Ketupat dan Makna Simboliknya

Hidangan yang paling populer pada perayaan hari Raya Idul Fitri tidak lain adalah ketupat. Idul Fitri identik dengan ketupat. Dalam semua bentuk dekorasi Idul Fitri, ketupat sangat mendominasi.

Dalam bahasa Jawa, ketupat dinamakan kupat (tanpa sisipan “et” antara huruf “k” dan “u”). Sebagian pendapat mengatakan bahwa “kupat” merupakan akronim dari kata “ngaKU lePAT” atau mengakui salah.

Jika demikian, maka ini sungguh menggambarkan tingkat kesadaran moral yang tinggi. Pada umumnya seseorang tidak mau mengakui salah walaupun ia bersalah, karena alasan harga diri, gengsi, dan ego-ego yang menyelimuti keakuannya. Oleh karena itu, ketika seseorang mendeklarasikan dirinya bersalah dan siap meminta maaf, dia berada pada posisi moralitas tinggi, berbeda dari kebanyakan manusia.

Baca Juga  Dorong Perantau Pulang, Bupati Tanah Datar Apresiasi Kegiatan Reuni Sekolah di Momen Lebaran

Ciri-ciri orang yaitu bertakwa yaitu, antara lain, memberi maaf kepada orang lain (wal âfîn ‘an an-nâs/Q.S. Ali Imran: 133). M. Qurash Shihab dalam memaknai redaksi ini berpendapat bahwa alasan orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain, bukan meminta maaf, sebagai ciri orang bertakwa karena betapa susahnya berharap seseorang mengakui dirinya bersalah dan mau meminta maaf.

Alih-alih mengaku salah, yang terjadi seringnya mencari kambing hitam. Oleh karena itu, jika ada seseorang berani mengaku salah (ngaKU lePAT) dan meminta maaf atas kesalahannya, maka dia berada pada level moralitas tinggi. Tradisi Halal Bihalal menjadikan setiap orang mengaku bersalah (walaupun terkadang ini agak janggal) dan siap untuk meminta maaf atas kesalahannya.

Sudah semestinya puasa membawa kepada kesejatian manusia. Keluhuran budaya dan tradisi leluhur membantu kita memahami dan menyelami hakekat manusia sejalan dengan yang dikehendaki oleh Sang Khalik, yaitu menjadi orang-orang bertakwa.

Apakah kita mau belajar darinya atau bahkan mencelanya dan menuduhnya sebagai bukan Sunnah, tetapi Bid’ah? Semua kembali kepada kita.

Syafi’i (Kepala Kepala Pusat Pengembangan Kompetensi Manajemen, Kepemimpinan dan Moderasi Beragama pada BMBPSDM Kemenag)